k Rahasia Jumlah Rakaat Tarawih: Mengapa Bisa Berbeda?

Menu Tag

Memuat artikel terbaru...

Rahasia Jumlah Rakaat Tarawih: Mengapa Bisa Berbeda?

Gambar sholat trawih berjamaah

Shalat Tarawih adalah ibadah sunnah yang sangat dinanti di bulan Ramadhan. Namun, seringkali kita menemukan perbedaan dalam jumlah rakaat yang dikerjakan di berbagai masjid atau komunitas. Ada yang 8 rakaat, 20 rakaat, bahkan lebih. Mengapa demikian? Artikel ini akan mengupas tuntas dalil-dalil, perbedaan pendapat ulama, dan menyajikan kesimpulan yang komprehensif.

Dalil-Dalil dari Al-Qur'an dan Hadis

Meskipun Al-Qur'an tidak secara eksplisit menyebutkan jumlah rakaat shalat Tarawih, perintah untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan ibadah dapat ditemukan dalam firman Allah SWT:

Dalil Al-Qur'an:

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkann1ya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."

Ayat ini meskipun tidak secara langsung merujuk pada Tarawih, namun mendorong umat Islam untuk menghidupkan bulan Ramadhan dengan berbagai ibadah, termasuk qiyamul lail (shalat malam).

Dalil Hadis:

Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW menjadi landasan utama dalam memahami praktik shalat Tarawih:

  1. Dari Aisyah RA, beliau berkata:

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ

    Artinya: "Rasulullah SAW biasa shalat pada waktu antara selesai shalat Isya yang dikenal orang dengan 'Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat, di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau shalat witir satu rakaat." (HR. Muslim)

  2. Hadis lain dari Aisyah RA yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, ketika ditanya tentang shalat Nabi SAW di bulan Ramadhan:

    مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا

    Artinya: "Rasulullah SAW tidak pernah menambah (jumlah rakaat shalat malam) di bulan Ramadhan dan tidak pula di luar Ramadhan lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, janganlah kamu bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat, janganlah kamu bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat (witir)." (HR. Bukhari dan Muslim)

  3. Hadis dari Jabir bin Abdullah RA:

    جَاءَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّهُ قَدْ حَدَثَ شَيْءٌ فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، قَالَ: مَا ذَاكَ يَا أُبَيُّ؟ قَالَ: نِسْوَةٌ فِي دَارِكَ يَسْأَلْنَكَ عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ لَهُنَّ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَفْعَلُهُ، فَقَالُوا: أَفَتُصَلِّي مَعَهُنَّ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَصَلَّى بِهِنَّ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ أَوْتَرَ.

    Artinya: "Ubay bin Ka'ab datang kepada Nabi SAW seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, sungguh terjadi sesuatu padaku pada suatu malam di bulan Ramadhan.' Nabi SAW bertanya, 'Ada apa itu wahai Ubay?' Ubay berkata, 'Ada beberapa wanita di rumahmu bertanya kepadamu tentang qiyamul lail.' Maka aku katakan kepada mereka, 'Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak melakukannya (bersama mereka).' Lalu mereka bertanya, 'Apakah engkau shalat bersama mereka?' Nabi SAW menjawab, 'Ya.' Maka beliau shalat bersama mereka delapan rakaat kemudian berwitir." (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir)

  4. Mengenai praktek di masa Umar bin Khattab:

    عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّهُ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً.

    Artinya: "Dari As-Sa'ib bin Yazid, ia berkata: 'Mereka biasa shalat (Tarawih) pada masa Umar bin Khattab RA di bulan Ramadhan sebanyak dua puluh rakaat.'" (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa')

Perbedaan Ulama dalam Jumlah Rakaat Tarawih

Perbedaan jumlah rakaat Tarawih yang kita saksikan saat ini berakar dari interpretasi yang beragam terhadap dalil-dalil di atas, serta praktik yang berkembang di kalangan sahabat dan tabi'in.

  1. Pendapat 8 Rakaat (ditambah 3 Rakaat Witir menjadi 11 Rakaat):

    Pendapat ini banyak dipegang oleh kalangan yang mendasarkan pada hadis-hadis Aisyah RA yang menyebutkan bahwa Nabi SAW tidak pernah shalat lebih dari 11 rakaat (termasuk witir) baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

  • Imam Ibnu al-Humam (Mazhab Hanafi): Dalam kitabnya Fathul Qadir (Juz 2, Halaman 448), beliau menulis:

    أَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ سُنَّةٌ إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً بِالْوِتْرِ فِي جَمَاعَةٍ فَعَلَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ تَرَكَهُ لِعُذْرٍ وَظَاهِرُ كَلَامِ الْمَشَايِخِ أَنَّ السُّنَّةَ عِشْرُونَ، وَمُقْتَضَى الدَّلِيلِ مَا قُلْنَا2

    Artinya: "Sesungguhnya qiyamul lail di bulan Ramadhan hukumnya sunnah yaitu sebelas rakaat dengan witir secara berjamaah. Hal itu dikerjakan oleh Rasulullah SAW lalu ditinggalkannya karena uzur. Zahir pendapat masyayikh (para guru) bahwa sunnahnya dua puluh rakaat, dan konsekuensi dalil adalah apa yang kami katakan (yakni sebelas rakaat)."

    Beliau menunjukkan adanya dua pandangan dalam mazhab Hanafi, namun cenderung menguatkan 11 rakaat berdasarkan dalil hadis Aisyah.

    • Imam Al-Albani: Beliau adalah salah satu ulama kontemporer yang sangat menekankan shalat Tarawih 11 rakaat, termasuk witir, berdasarkan hadis-hadis yang sahih dari Aisyah RA. Beliau berpendapat bahwa praktik Nabi SAW adalah standar yang paling utama.

  1. Pendapat 20 Rakaat (ditambah 3 Rakaat Witir menjadi 23 Rakaat):

    Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari empat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali) serta menjadi praktik yang umum di banyak negara Muslim, termasuk Indonesia. Landasan pendapat ini adalah praktik yang dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, yang diyakini sebagai ijma' (konsensus) para sahabat.

    • Imam As-Sarakhsi (Mazhab Hanafi): Dalam kitabnya Al-Mabsuth (Juz 2, Halaman 144), beliau menyatakan:

      فَإِنَّهَا عِشْرُونَ رَكْعَةً سِوَى الْوِتْرِ عِنْدِنَا

      Artinya: "Maka sesungguhnya shalat Tarawih itu dua puluh rakaat, selain shalat witir, menurut pendapat kami."

    • Imam Ad-Dardiri (Mazhab Maliki): Dalam kitabnya Asy-Syarhu ash-Shaghir (Juz 1, Halaman 404), beliau menyebutkan:

      وَصَلَاةُ التَّرَاوِيحِ فِي رَمَضَانَ عِشْرُونَ رَكْعَةً بَعْدَ الْعِشَاءِ بِسَلَامَيْنِ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ خَارِجَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ

      Artinya: "Dan shalat Tarawih di bulan Ramadhan yaitu dua puluh rakaat setelah shalat Isya, dengan salam setiap dua rakaat, di luar shalat syafa' dan witir."

    • Imam An-Nawawi (Mazhab Syafi'i): Dalam kitabnya Al-Majmu' (Juz 3, Halaman 527), beliau menjelaskan:

      مَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ غَيْرِ الْوِتْرِ

      Artinya: "Menurut mazhab kami jumlahnya dua puluh rakaat dengan sepuluh kali salam, selain shalat witir."

    • Imam Ibnu Qudamah (Mazhab Hanbali): Dalam kitabnya Al-Mughni (Juz 1, Halaman 456), beliau menyatakan:

      وَقِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ عِشْرُونَ رَكْعَةً يَعْنِي صَلَاةَ التَّرَاوِيحِ وَهِيَ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ وَأَوَّلُ مَنْ سَنَّهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

      Artinya: "Shalat malam pada bulan Ramadhan sebanyak dua puluh rakaat, yaitu shalat Tarawih, dan hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Dan orang yang pertama kali melakukannya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam." (Ibnu Qudamah menganggap bahwa Rasulullah SAW yang memulainya, dan kemudian praktik 20 rakaat di masa Umar adalah kelanjutan dari sunnah tersebut).

    Para ulama yang berpendapat 20 rakaat juga merujuk pada hadis:

    عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

    Artinya: "Kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi gerahammu (peganglah dengan erat)." (HR. Abu Dawud)

    Mereka berpendapat bahwa praktik Umar bin Khattab sebagai salah satu Khulafa' Rasyidin adalah sunnah yang harus diikuti.

  2. Pendapat 36 Rakaat:

    Sebagian ulama Mazhab Maliki, khususnya di Madinah, berpendapat 36 rakaat. Ini didasarkan pada praktik yang dilakukan oleh sebagian ulama salaf di Madinah untuk menyamai jumlah rakaat di Mekah yang memiliki keutamaan tawaf di antara setiap empat rakaat.

    • Imam An-Nafrawi (Mazhab Maliki): Beliau menyebutkan dalam kitabnya Al-Fawakih Ad-Dawani:

      وَكَانَ السَّلَفُ الصَّالِحُ يَقُومُونَ فِيهِ فِي الْمَسَاجِدِ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً ثُمَّ صَلَّوْا بَعْدَ ذَلِكَ سِتًّا وَثَلَاثِينَ رَكْعَةً

      Artinya: "Dan ulama salaf melaksanakan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan di masjid-masjid dengan dua puluh rakaat. Lalu setelah itu mereka shalat dengan tiga puluh enam rakaat."

Kesimpulan

Perbedaan jumlah rakaat shalat Tarawih adalah persoalan khilafiyah (perbedaan pendapat) yang sudah ada sejak zaman salaf. Tidak ada satu pun dalil yang secara eksplisit membatasi jumlah rakaat Tarawih dari Nabi SAW secara pasti, kecuali hadis Aisyah yang menunjukkan kebiasaan beliau tidak lebih dari 11 rakaat untuk qiyamul lail secara umum. Namun, ulama mayoritas memahami bahwa praktik 20 rakaat yang ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dan disepakati oleh para sahabat saat itu, merupakan bentuk sunnah khulafa' rasyidin yang patut diikuti.

Intinya, baik shalat Tarawih 8 rakaat (plus witir 3 rakaat) maupun 20 rakaat (plus witir 3 rakaat) adalah sah dan memiliki dasar dalam Islam. Perbedaan ini merupakan kelapangan dalam beribadah, dan yang lebih utama adalah kualitas shalat, kekhusyu'an, dan kontinuitas dalam melaksanakannya. Umat Islam seyogyanya saling menghormati perbedaan ini dan tidak menjadikannya sebagai sebab perpecahan. Pilihlah jumlah rakaat yang paling memungkinkan untuk dikerjakan dengan tuma'ninah, khusyuk, dan istiqamah.

Referensi:

Shahih Bukhari
Sahih muslim
Al-Muwaththa' oleh Imam Malik
Fathul Qadir oleh Imam Ibnu al-Humam
Al-Mabsuth oleh Imam As-Sarakhsi
Asy-Syarhu ash-Shaghir oleh Imam Ad-Dardiri
Al-Majmu' oleh Imam An-Nawawi
Al-Mughni oleh Imam Ibnu Qudamah
Al-Fawakih Ad-Dawani oleh Imam An-Nafrawi

Tag:

#Tarawih #ShalatTarawih #RakaatTarawih #PerbedaanUlama #Fiqih #Ramadhan #IbadahSunnah

Post a Comment

0 Comments