Perdebatan mengenai
cadar (niqab) memang tak habis-habis. Pada dasarnya hukum memakai cadar masih diperselisihkan oleh para pakar
hukum Islam.
Menurut mazhab
Hanafi, pada zaman sekarang perempuan yang masih muda tidak diperkenankan
membuka wajahnya dihadapan laki-laki. Tapi bukan karena wajah itu aurat,
melainkan untuk menghindari fitnah saja.
فَذَهَبَ جُمْهُورُ
الْفُقَهَاءِ ( الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ
) إِلَى أَنَّ الْوَجْهَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ ، وَإِذَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً
فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهَا أَنْ تَسْتُرَهُ فَتَنْتَقِبَ ، وَلَهَا أَنْ تَكْشِفَهُ
فَلاَ تَنْتَقِبَ .قَال الْحَنَفِيَّةُ : تُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ
كَشْفِ وَجْهِهَا بَيْنَ الرِّجَال فِي زَمَانِنَا ، لاَ لِأَنَّهُ عَوْرَةٌ ، بَل
لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ
Artinya :
“Mayoritas fuqaha (baik dari madzhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) berpendapat bahwa wajah bukan termasuk aurat.
Jika demikian, wanita boleh menutupinya dengan cadar dan boleh membukanya.
Menurut madzhab Hanafi, di zaman kita sekarang wanita muda (al-mar`ah
asy-syabbah) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki. Bukan karena
wajah itu sendiri adalah aurat tetapi lebih karena untuk mengindari fitnah,”
Sedangkan dikalangan
Mazhab Syafi’i sendir terjadi perbedaan pendapat. Pendapat pertama mengatakan
wajib. Pendapat kedua mengatakan sunah. Sedangkan pendapat ketiga mengatakan Khilaf
awla menyalahi yang utama karena utamanya tidak bercadar.
وَاخْتَلَفَ
الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ
عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى
Artinya,
“Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan.
Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah
wajib. Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang
menyatakan khilaful awla,”
Titik
permasalahan Hukum memakai cadar yaitu mengenai penutupan aurat perempuan,
apakah aurat perempuan cukup ditutup dengan jilbab, atau harus dengan cadar?.
Para
ulama sepakat bahwa seluruh tubuh wanita itu aurat, kecuali wajah dan kedua
telapak tangan, Imam Abu Hanifah menambahi; Dan kedua kaki sampai kedua mata
kaki. Allah Swt berfirman :
يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ
Artinya :
"Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
Allah Swt
berfirman :
وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
Artinya :
Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya.
Allah Swt
berfirman :
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
Artinya :
Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya.
Rasulallah
Sawbersabda:
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ
الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ
إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Artinya:
'Wahai
Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak
boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini', beliau menunjuk wajahnya dan
kedua telapak tangannya.
Syeh Muhammad Mutawali Sya’rawi mengatakan dengan dalil ini (Al-quran) diatas maka bagi wanita memakai jilbab saja sudah cukup. Adapun memakai cadar itu bebas, terserah mereka masing-masing.
Setelah melihat pendapat para ulama diatas mengenai cadar. Dan melihat pemaham ulama mengenai Ayat dan hadis yang berkaitan dengan cadar, maka dapat disimmpulkan bahwa, memakai cadar itu sunah, sedangkan yang wajib itu memakai jilbab. hal ini seperti yang dikatakan Syeh Muhammad Mutawali Sya’rawi diatas. jadi jangan saling mengolok-olok satu sama lain tentang hal ini.
Referensi : Kitab fatwa Karya Syeh Muhammad Mutawali Sya’rawi
Setelah melihat pendapat para ulama diatas mengenai cadar. Dan melihat pemaham ulama mengenai Ayat dan hadis yang berkaitan dengan cadar, maka dapat disimmpulkan bahwa, memakai cadar itu sunah, sedangkan yang wajib itu memakai jilbab. hal ini seperti yang dikatakan Syeh Muhammad Mutawali Sya’rawi diatas. jadi jangan saling mengolok-olok satu sama lain tentang hal ini.
Referensi : Kitab fatwa Karya Syeh Muhammad Mutawali Sya’rawi

0 Comments