k Takhrij dan Dirasah Sanad Hadis "Man Afthara Yawman min Ramadhana"

Menu Tag

Memuat artikel terbaru...

Takhrij dan Dirasah Sanad Hadis "Man Afthara Yawman min Ramadhana"

Hadis "مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ" (Barangsiapa berbuka sehari dari Ramadhan tanpa ada keringanan, maka puasa sepanjang masa tidak akan dapat menggantinya meskipun ia berpuasa) adalah salah satu hadis yang sering menjadi perdebatan di kalangan ulama mengenai status kesahihannya dan implikasinya. Penting untuk meninjau hadis ini melalui metode takhrij dan dirasah sanad untuk memahami kedudukannya dalam ilmu hadis.

A. Teks Hadis Lengkap

نَصُّ الْحَدِيثِ كَامِلاً بِالْحَرَكَةِ مِنْ أَوَّلِ الْإِسْنَادِ إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ:

"حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ»."

(Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Sa'id Al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: "Barangsiapa berbuka sehari dari Ramadhan tanpa ada keringanan, maka puasa sepanjang masa tidak akan dapat menggantinya meskipun ia berpuasa.")

B. Takhrij Global (Ijmali)

Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa ulama hadis dalam kitab-kitab mereka, di antaranya:

 * Imam Bukhari dalam Shahih-nya (secara mu'allaq).

 * Imam Ahmad dalam Musnad.

 * Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud.

 * At-Tirmidzi dalam Jami' At-Tirmidzi.

 * Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah.

 * Ad-Darimi dalam Sunan Ad-Darimi.

 * Ibnu Khuzaimah dalam Shahih Ibnu Khuzaimah.

C. Takhrij Terperinci (Tafsili)

Berikut adalah rincian takhrij hadis berdasarkan urutan penyebutan dalam kitab-kitab hadis:

 * Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari, Kitab Puasa, Bab "Jika ia membatalkan puasa Ramadhan tanpa uzur"; (2/692), secara mu'allaq (tanpa sanad lengkap dari Bukhari, namun ia menyebutkan matannya dan isnad awalnya).

 * Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad, Musnad Abu Hurairah; (2/441) (hadis nomor 9647).

 * Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud, Kitab Puasa, Bab "Mengenai orang yang berbuka puasa di bulan Ramadhan"; (2/305) (hadis nomor 2462).

 * Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Jami' At-Tirmidzi, Kitab Puasa, Bab "Apa yang datang tentang orang yang berbuka puasa sehari dari Ramadhan"; (3/94) (hadis nomor 723).

 * Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab Puasa, Bab "Mengenai orang yang berbuka puasa di bulan Ramadhan"; (1/524) (hadis nomor 1672).

 * Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan Ad-Darimi, Kitab Puasa, Bab "Mengenai orang yang berbuka puasa dari Ramadhan"; (2/13) (hadis nomor 1709).

 * Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, Kitab Puasa, Bab "Ancaman bagi orang yang berbuka puasa di siang hari Ramadhan tanpa udzur dan tanpa sakit"; (3/238) (hadis nomor 1986).

Dirasah Sanad (Studi Sanad)

Studi sanad ini akan fokus pada sanad yang paling umum dalam riwayat-riwayat di atas, yaitu jalur Abu Ma'syar dari Sa'id Al-Maqburi dari Abu Hurairah.

A. Biografi dan Kedudukan Perawi

 * ABU MA'SYAR (NAJIH BIN ABD AR-RAHMAN AS-SINDHI) (Wafat 170 H/786 M)

   Nama lengkapnya adalah Najih bin Abd Ar-Rahman As-Sindhi Al-Madani, dikenal dengan kunyah Abu Ma'syar. Ia meriwayatkan dari Sa'id Al-Maqburi, Muhammad bin Al-Munkadir, dan lainnya. Murid-murid yang meriwayatkan darinya antara lain Waki' bin Al-Jarrah, Abd Ar-Rahman bin Mahdi, dan lain-lain. Abu Ma'syar adalah seorang perawi yang dhaif (lemah), dan banyak ulama hadis yang mengkritiknya.

   * Imam Ahmad bin Hanbal berkata: "ضعيف الحديث" (Lemah hadisnya).

   * Yahya bin Ma'in berkata: "ليس بثقة" (Bukan orang yang terpercaya) dan dalam riwayat lain: "ضعيف" (Lemah).

   * Abu Hatim Ar-Razi berkata: "ليس بالقوي" (Tidak terlalu kuat).

   * Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I'tidal menyebutnya: "ضعيف" (Lemah).

   * Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqrib At-Tahdzib menyimpulkan: "ضعيف، وروايته عن المقبري خاصة فيها لين" (Lemah, dan riwayatnya dari Al-Maqburi khususnya memiliki kelemahan). Ibnu Hajar secara spesifik menyoroti kelemahannya dalam meriwayatkan dari Sa'id Al-Maqburi, yang mana hadis ini termasuk di dalamnya.

   * Kesimpulan keadaannya: Dhaif (Lemah), terutama dalam riwayatnya dari Sa'id Al-Maqburi.

   * Sumber Rujukan Biografi:

     * Ibnu Abi Hatim Ar-Razi, Al-Jarh wa At-Ta'dil, jilid 8, hlm. 488.

     * Adz-Dzahabi, Mizan Al-I'tidal fi Naqd Ar-Rijal, jilid 4, hlm. 222.

     * Ibnu Hajar Al-Asqalani, Taqrib At-Tahdzib, hlm. 550.

 * SA'ID BIN ABI SA'ID AL-MAQBURID (Wafat 123 H/740 M)

   Nama lengkapnya adalah Sa'id bin Abi Sa'id Kaysan Al-Maqburi Al-Madani. Ia adalah seorang tabi'in yang mulia dan tsiqah (terpercaya). Ia meriwayatkan dari Abu Hurairah, Aisyah, dan lainnya. Murid-murid yang meriwayatkan darinya antara lain Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauri, dan lainnya.

   * Yahya bin Ma'in berkata: "ثقة" (Terpercaya).

   * Abu Hatim Ar-Razi berkata: "ثقة" (Terpercaya).

   * Imam Ahmad berkata: "ثقة" (Terpercaya).

   * Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqrib At-Tahdzib menyimpulkan: "ثقة ثبت" (Terpercaya dan kokoh).

   * Kesimpulan keadaannya: Tsiqah Tsabit (Terpercaya dan Kokoh).

   * Sumber Rujukan Biografi:

     * Ibnu Abi Hatim Ar-Razi, Al-Jarh wa At-Ta'dil, jilid 4, hlm. 68.

     * Adz-Dzahabi, Mizan Al-I'tidal fi Naqd Ar-Rijal, jilid 2, hlm. 129.

     * Ibnu Hajar Al-Asqalani, Taqrib At-Tahdzib, hlm. 248.

 * ABU HURAIRAH RADHIYALLAHU ANHU (Wafat 59 H/679 M)

   Beliau adalah Abd Ar-Rahman bin Shakhr Ad-Dausi, salah satu sahabat Nabi ﷺ yang paling banyak meriwayatkan hadis. Beliau masuk Islam pada tahun ketujuh Hijriah. Beliau senantiasa mendampingi Rasulullah ﷺ dan sangat gigih dalam menuntut ilmu, sehingga beliau menjadi perawi hadis terbanyak. Beliau wafat di Madinah.

   * Sumber Rujukan Biografi:

     * Ibnu Abd Al-Barr, Al-Isti'ab fi Ma'rifah Al-Ashab, jilid 4, hlm. 1763.

     * Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, jilid 7, hlm. 343.

Hukum Hadis

A. Penilaian terhadap Sanad

Berdasarkan analisis terhadap para perawi dalam sanad hadis "مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ", dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini dhaif (lemah). Kelemahan ini terutama berasal dari perawi Abu Ma'syar, yang telah disepakati oleh mayoritas ulama sebagai perawi yang dhaif, dan kekhususannya dalam riwayat dari Sa'id Al-Maqburi dinilai memiliki kelemahan lebih lanjut oleh Ibnu Hajar.

Meskipun Sa'id Al-Maqburi adalah perawi yang tsiqah, kelemahan Abu Ma'syar di atasnya tidak dapat diatasi, sehingga sanad ini tidak mencapai derajat hasan apalagi shahih.

B. Muta'aba'at dan Syawahid

Hadis ini diriwayatkan melalui beberapa jalur lain, namun sebagian besar jalur tersebut juga tidak luput dari kelemahan pada perawi-perawi tertentu.

 * Imam Bukhari menyebutnya secara mu'allaq, yang menunjukkan ia tidak memiliki sanad yang memenuhi syarat shahih-nya.

 * Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ibnu Khuzaimah meriwayatkannya, namun mereka juga menyebutkan kelemahan sanadnya atau adanya inqitha' (terputus) atau idhtirab (goncang) dalam riwayatnya.

 * At-Tirmidzi setelah meriwayatkan hadis ini, beliau berkata: "Hadis Abu Hurairah ini adalah hadis hasan gharib. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini. Saya bertanya kepada Muhammad (yaitu Imam Bukhari) tentang hadis ini, beliau berkata: 'Saya tidak mengetahui hadis ini.'" Ini menunjukkan keraguan Bukhari terhadap hadis ini.

 * Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fath Al-Bari mengisyaratkan bahwa hadis ini tidak mencapai derajat sahih atau hasan, dan dia tidak menemukan jalur yang dapat menguatkannya.

C. Kesimpulan Hukum Hadis

Berdasarkan studi sanad dan pernyataan para ulama hadis, hukum hadis "مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ" adalah Dhaif (lemah). Hadis ini tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil syar'i yang kuat dalam menetapkan bahwa puasa seumur hidup tidak cukup untuk mengganti satu hari Ramadhan yang ditinggalkan tanpa uzur.

التعليق على الحديث (Komentar terhadap Hadis)

Meskipun hadis ini lemah dari segi sanad, para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah sepakat bahwa meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur syar'i adalah dosa besar. Allah memerintahkan puasa Ramadhan sebagai kewajiban yang telah ditentukan waktunya. Oleh karena itu, siapa pun yang sengaja membatalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan, ia telah melakukan maksiat yang besar.

A. Makna Hadis

Matan hadis ini mengindikasikan beratnya dosa meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur, bahkan puasa seumur hidup pun tidak akan dapat menggantikan satu hari yang ditinggalkan tersebut. Makna ini dipahami oleh sebagian ulama sebagai:

 * Menunjukkan Besarnya Dosa: Puasa seumur hidup tidak akan dapat menghapus dosa yang timbul akibat sengaja meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur. Ini bukan berarti ia tidak wajib qadha, melainkan menunjukkan bahwa pahala dari puasa qadha tersebut tidak akan setara dengan pahala puasa Ramadhan yang wajib itu sendiri.

 * Mustahil untuk Mengganti Kesempurnaan: Puasa Ramadhan adalah kewajiban yang memiliki kekhususan waktu dan keutamaan. Jika waktu itu berlalu dan kewajiban ditinggalkan tanpa uzur, maka kesempurnaan ibadah pada waktunya itu tidak akan pernah bisa diganti dengan puasa di waktu lain, meskipun ia berpuasa sepanjang hidup.

B. Hukum Fiqih Terkait

Meskipun hadis ini lemah, ulama fiqh sepakat bahwa orang yang sengaja meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur syar'i wajib mengqadha (mengganti) hari yang ia tinggalkan tersebut. Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) dalam kewajiban qadha ini. Namun, mereka juga menekankan bahwa qadha tersebut hanya menggugurkan kewajiban secara zhahir, tidak berarti pahala dan keberkahan yang hilang dari puasa Ramadhan pada waktunya dapat sepenuhnya diganti.

Kewajiban Qadha:

 * Bagi orang yang berbuka puasa Ramadhan karena uzur (seperti sakit, safar, haid, nifas), ia wajib mengqadha hari-hari yang ditinggalkan.

 * Bagi orang yang sengaja berbuka tanpa uzur, ia tetap wajib mengqadha sebagai bentuk tobat dan pelunasan kewajiban. Selain itu, ia juga wajib bertaubat nasuha kepada Allah atas dosa besar yang telah ia lakukan.

C. Pentingnya Konsistensi dalam Puasa Ramadhan

Hadis ini, meskipun lemah, mengandung pesan moral yang kuat tentang pentingnya menjaga puasa Ramadhan. Ini mendorong umat Islam untuk sangat serius dalam melaksanakan kewajiban puasa, menunjukkan betapa besar kedudukan bulan Ramadhan di sisi Allah, dan betapa besarnya kerugian bagi orang yang meremehkannya.


Post a Comment

0 Comments